Sekali dalam seminggu aku tampak menatapi tingkah seekor kuda yang berlari-lari tak
jauh dari hadapanku. Sang kuda begitu ceria. Sesekali, kuda
menggoyangkan kepalanya seperti sedang berdendang riang. Aku pun
mengubah wajah cemberutku dengan bersuara ke arah kuda.
“Kamu begitu bahagia, kuda?”, tanyaku dengan nada suara kecil. Padahal, mana mungkin seekor kuda dapat menjawab apa yang aku pertanyakan. Aku berpikir, sang kuda harus selalu bekerja untuk membantu pemiliknya dalam mencari nafkah, tapi sang kuda tidak pernah meggambarkan kelelahan yang sang kuda alami. Kota Palu sendiri merupakan kota yang terdapat di provinsi Sulawesi yang merupakan ibu kota dari Sulawesi Tengah yang masyarakatnya masih banyak bergantung pada sang kuda mulai dari menggunakannya sebagai kendaraan tradisional "Dokar", mengangkut hasil sawah, untuk di konsumsi dan lain - lain. Hampir setiap hari minggu di saat waktu libur aku sering melihat sang kuda selalu bermain ditepian pantai gawalise (salah satu pantai wisata yang terdapat di kota palu) berlari dan berkumpul bersama kuda-kuda lainnya, sambil mengeluarkan suara atau hanya berdiam sambil menikmati sejuknya lautan Teluk Palu di saat terbenamnya matahari dan aku kembali bertanya pada diriku sendiri "apakah hari ini (Minggu) adalah hari dimana sang kuda beristirahat ?". Terkadang aku berpikir dan bertanya pada diriku sendiri apakah sang kuda tidak pernah merasakan arti dari sebuah kelelahan atau mungkin tidak dapat menggambarkan apa yang sedang sang kuda rasakan. Mungkin, sang kuda sudah melupakan kelelahannya karena telah berkumpul dan beristirahat bersama kawanan kuda lainnya.
Dari situlah, sikap yang muncul yang dapat aku gambarkan saat ini seperti yang diungkapkan sang kuda, "Aku merasa bahagia karena selalu berpikir apa yang bisa kuberikan. Bukan, apa yang bisa kudapatkan dan aku rasakan". Dari pengalaman itulah aku selalu berusaha untuk menggali makna dari sesuatu hal kecil atau mungkin sesuatu hal besar yang sedang terjadi disekitarku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar