Mengapa saya menulis? pertanyaan yang menarik, apa alasan
saya sebenarnya hingga tertarik untuk menulis. Hmmmm, setelah saya
pikir-pikir tidak ada alasan khusus mengapa saya menulis. Dipikirkan
sedalam apapun, saya hanya bisa sampai pada kesimpulan kalau saya
menulis karena alasan yang sangat sederhana. Se-sederhana keinginan saya
menjalani hidup yang apa adanya. Saya menulis, sekedar mengumpulkan serpihan-serpihan ide agar meletup dan tidak kadaluarsa. Rasa-rasanya tidak
rela membiarkan parade ide berlalu begitu saja, pun berakhir di tempat
sampah. Yah, karena ide adalah mukjizat. Yang karenanya manusia bisa
merasakan hidup yang lebih bergairah bahkan bersemangat sepanjang hari.
Bukankah hidup penuh semangat adalah hal yang paling menyenangkan. Coba
bayangkan, membuat adrenalin terpacu sepanjang hari, berkompromi dengan
motorik kepuasan, beh.., siapa yang tidak menginginkan itu. Dan lagi,
dunia terlalu luas di hati saya untuk dibiarkan begitu saja. (Awuooo..
gaya bahasanya mulai Melenceng..).
Ada penulis, tentunya ada pembaca..
Lalu untuk siapa saya menulis??
Jawabannya singkat, bukan untuk siapa-siapa.
Untuk saya yang liberal, menulis adalah kesenangan dan tidak boleh ada
sesuatupun yang membuat saya berada di bawah tendensi saat menulis.
Kepala saya terlalu berharga untuk diperbudak oleh tanggapan dan
keinginan di luar sana.
Saya tidak tahu banyak tentang dunia tulis -
menulis. Semacam sihir, mendatangi begitu saja, suka begitu saja lalu
menulis begitu saja. Mengakrabi tanpa punya pengetahuan khusus tentang
itu. Mungkin ini alasan, mengapa tulisan saya tidak pernah benar-benar
terkotak dengan jelas, atau lahir dengan jenis kelamin yang pasti,
selalu ada heterogensi, selaput semi permiabel, tak pernah
terklasifikasi. Yah, ide itu alien, aneh bin ajaib. Persis sebutan
sahabat-sahabat pada diri pribadi saya yang sangat menyimpang. Woakakakaka... Dari tadi saya tulis apaan yaa...
Tentang Pembaca
Okelah, dalam ranah egoisitas, menulis memang
berefek ganda. Memuaskan penulis atau memuaskan pembacanya. (Saya tidak
sedang berbicara ranah abu-abu untuk memuaskan penulis dan pembaca di
saat yang bersamaan). Tulisan bagi pembaca ada dua, yang menikmati alur
ceritanya atau yang menikmati alur berpikir penulis. Dan kebetulan, untuk hal ini, saya
termasuk jenis kedua. Jenis yang selalu kasmaran dengan alur berpikir
penulis yang juga berarti termasuk penulis yang menikmati alur
berpikirnya sendiri.
Yapz, pembaca tetap penikmat, itu harga paten tidak ada nisbi. Tugas penulis membahasakan imaji. Nah, disini poin pentingnya. Saat penulis mempertimbangkan pembaca, itu berarti ia sudah berdamai dan teken kontrak untuk tidak akan bebas meng-explore isi kepalanya. Saya?? Tentu saja tidak rela. Harapan saya, dunia yang begitu luas di hati saya (agak sedik Lebhayy Sih… ^^) harus bebas lepas. Memuaskan pikiran dan menjadikan setiap centi kata dalam tulisan menjadi asset berharga alam bawah sadar, atau bahkan menjadikannya investasi berharga bagi dunia sastra. Wow…, saya bermimpi beudh tentang ini. :D
Yapz, pembaca tetap penikmat, itu harga paten tidak ada nisbi. Tugas penulis membahasakan imaji. Nah, disini poin pentingnya. Saat penulis mempertimbangkan pembaca, itu berarti ia sudah berdamai dan teken kontrak untuk tidak akan bebas meng-explore isi kepalanya. Saya?? Tentu saja tidak rela. Harapan saya, dunia yang begitu luas di hati saya (agak sedik Lebhayy Sih… ^^) harus bebas lepas. Memuaskan pikiran dan menjadikan setiap centi kata dalam tulisan menjadi asset berharga alam bawah sadar, atau bahkan menjadikannya investasi berharga bagi dunia sastra. Wow…, saya bermimpi beudh tentang ini. :D
Last but not a least..
Yaaah, saya menulis. Dengan keterbatasan ilmu dan
pemahaman. Sayangnya, saya menggolongkan ini sebagai keterbatasan yang
termaklumi. Karena kenapa? Karena saya penulis yang serba santai dan tidak menganut apapun dalam menulis, artinya mengalir begitu saja.. :D